Rabu, 11 April 2012

Bugis, Dayak dan Balikpapan


Kota Balikpapan dengan motto Balikpapan Kota BERIMAN; Bersih, Indah, Aman, Nyamman.  kebersihan dibuktikan dengan meraih setifikat kategori clean land dari Environmentally Sustainable Cities (AWGESC) pada 2-3 Mei 2011 di Yangon, Myanmar dengan posisi kedua setelah Kota Phitsanulok, Thailand.
Tidak berselang lama dengan penerimaan penghargaan tersebut kemudian keamanan pun menjadi salah satu ujian bagi Kota Balikpapan untuk membuktikan diri sebagai salah satu kota teraman di Indonesia dengan sebuah peristiwa yang bisa saja menjadi pemicu kerusuhan dan berujung pada pertumpahan darah antara sesama penduduk Kota Balikpapan.
Peristiwa ini berawal dari perseteruan dua kelompok organisasi massa yakni Gerakan Pemuda Asli Kalimantan Timur (Gepak) dan organisasi massa LaGaligo  yang kemudian condong menjadi isu sara; Bugis-Makassar versus Dayak.
Berdasarkan sumber penulis, Gepak adalah salah satu organisasi yang dibentuk pada saat pemilu gubernur Kaltim tahun 2008 yang lebih banyak berafiliasi atau memberi dukungan kepada Bpk. Awang Faroek Ishak (AFI) yang sekarang sebagai Ketua Partai Golkar Kaltim. Mungkin karena dibentuk pada saat mendekati pemilu gubernur maka Gepak tidaklah  membatasi keanggotaan atau kepengurusanya berdasarkan suku tertentu walaupun pada akhirnya setelah AFI terpilih maka mulai membatasi diri atas suku tertentu atau kelompok tertentu atau asli dan pendatang, berdasarkan dinamika organisasinya.
Lagaligo adalah salah satu organisasi yang baru yang belum seumur jagung dan hampir gagal mendeklarasikan diri pada tanggal 25 Juni 2011 karena kuatnya penentangan terhadap pendiriannya oleh orang-orang Gepak, organisasi Lagaligo inipun sebenarnya tidaklah jauh berberbeda dengan Gepak  karena Ketua Dewan Pembinanya adalah Andi Burhanuddin Solong yang sekarang adalah Ketua DPRD Kota Balikpapan dan terpilih melalui Partai Golkar, Pengurus serta keanggotaan Lagaligo  adalah orang Sulawesi yang didominasi oleh “Bugis-Balikpapan”
“Bugis-Balikpapan” yang penulis maksud adalah Bugis Paser (baca selengkapnya di sini ) dan para keturunan  orang sulawesi dari perkawinan campuran antara etnis di Kalimantan yang kemudian bermukim di Kota Balikpapan dan mayoritas merasa sebagai penduduk asli Kalimantan karena pada faktanya tidaklagi sekedar datang ke Kota Balikpapan karena tugas atau sekedar datang sebagai pencari nafkah namun hidup dan matinya di kota Balikpapan dan pada umumnya tidak mengenal tradisi mudik di saat hari-hari raya keagamaan (melebihi Bang Toyyib), hal ini mungkin disebabkan karena semua asset hidupnya ada di Kota Balikpapan  atau pada umumnya tidak lagi memiliki kampung sendiri di Sulawesi namun tradisi dan adat Bugis pada kegiatan-kegiatan tertentu masih menggunakan ciri bugis seperti pada kegiatan pernikahan, sunatan dan lain-lain.
Beberapa tuntutan atas pendirian ormas Lagaligo dari ormas Gepak (baca: Forum Komunikasi Masyarakat Suku Asli Kalimantan; FKMaSAK  sebagai berikut :
1. FKMaSAK menolak keberadaan ormas kesukuan Lagaligo untuk berkembang di bumi Kalimantan
2. FKMaSAK meminta kepada Pemkot Balikpapan, segera mencabut izin ormas Lagaligo
3.FKMaSAK  meminta Ketua DPRD kota Balikpapan diberhentiakan dari jabatan dan mundur sebagai Anggota DPRD
4. FKMaSAK meminta semua Anggota DPRD Kota dan Propinsi yang masuk anggota Lagaligo untuk diberhentikan
5. FKMaSAK yakin akan terjadi benturan/kerusuhan, maka aparat yang paling bertanggungjawab
6. FKMaSAK tetap akan melakukan perlawanan terhadap Lagaligo sepanjang izin belum dicabut
7. FKMaSAK menyatakan Kapolres sebagai pembohong publik karena tetap memberi izin pendeklarasian Lagaligo pada tanggal 25 Juni 2011
Terhitung sejak tanggal 4 Juli 2011, FKMaSAK memberi tenggang waktu 3 x 24 jam kepada Wwalikota untuk membubarkan Lagaligo, sehingga kondisi balikpapan cukup lengang hingga tanggal 4 Juli 2011 dan Polda pun sangat serius memberikan pengamanan.
yang menarik sekaligus menegangkan sehingga perlu pihak pemerintah dan pihak kepolisian cermati adalah perkembagan issu yang semakin membesar karena cerita ini semakin hari makin meruncingkan perseteruan dan daerah-daerah tertentu di Kota Balikpapan cukup lengang seakan saling menjaga satu sama lain dan menuggu serangan.
Dan berdasarkan informasi penulis pada malam hari tanggal 4 Juli 2011, ada utusan Gepak mendatangi rumah Ketua Umum Lagaligo dan tetap memberikan  tuntutan :
1. Lagaligo tetap harus membubarkan diri
2. Andi Burhanuddin Solong harus dipecat dan diberhentikan sebagai ketua dan Anggota DPRD kota Balikpapan
3. Apabila point 1dan& 2 tidak dipenuhi maka Bugis-Dayak  akan perang
Ketua Lagaligo H. Tunrung menanggapi bahwa dirinya tidak bisa  mengabulkan permintaan pada point 1 dan 2 karena  sama sekali bukan kewenangan dan kapasitasnya melainkan kapasitas pemerintah, dan untuk point 3 tidak mungkin dilakukan kecuali pihak Gepak datang dan melakukan serangan.
Yang mengherankan dari kasus ini adalah begitu gencarnya issu yang terbangun Bugis-Dayak akan berperang, cerita ini banyak berkembang antara penduduk kota balikpapan dan kabupaten/kota tetangga bahkan hingga ke Banjarmasin Kalimantan Selatan, dalam pandangan penulis issu ini ada unsur kesengajaan dari pihak tertentu untuk mengarahkan pertentangan ini menjadi isu sara seperti kejadian Sampit beberapa tahun lalu dan Tarakan beberapa bulan lalu.
Hal ini dapat lihat dari surat-surat tuntutan yang mengatasnamakan Forum Komuniasi Masyarakat Suku Adat Kalimantan namun aktualnya disaat demonstrasi di Kantor Pemerinta Balikpapan hanya mengekeksploitasi kelompok atau sebagian suku Dayak yang didatangkan jauh-jauh  dari luar Kota Balikpapan dengan menggunakan konvoi kendaraan.
Pada faktanya ketika FKMaSAK bergerak dilapangan menurunkan atribut-atribut Lagaligo selalu mengatasnamakan Gepak. Artinya di kelompok Gepak pun sebetulnya tidaklah menyeluruh sependepat dengan issu tersebut atau minimal menghindari dituntut balik oleh Lagaligo karena sama-sama berstatus sebagai OKP/ormas/paguyuban dan lain-lain  sehingga harus menggunakan nama FKMaSAK dalam administrasi Aksinya.  .
Sementara Suku Paser, Banjar, Kutai  cenderung tidak melibatkan diri secara komunal dalam persoalan tersebut walaupun kita tahu bahwa Balikpapan dihuni Awal oleh Suku Paser.
Kita tunggu perkembangan selanjutnya, semoga pemerintah, pihak keamanan tetap jeli dan tidak memberi ruang untuk terjadinya perang atas dasar isu sara di Balikpapan karena derita baru akan datang dan selalu membekas untuk kedua kubu yang bertikai dan selalu ada orang yang tidak terkait menjadi korban.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar