Nama
penyair Chairil Anwar adalah identik dengan kesusastraan Indonesia. Setiap
orang Indonesia yang telah mengecap pendidikan formal pasti mengenal namanya.
Ini menunjukkan bahwa Chairil Anwar sangat dikenal sebagai sastrawan, khususnya
penyair. Walaupun Chairil Anwar meninggal dalam usia yang relatif muda 27
tahun, tetapi melalui karya-karyanya ia membuktikan kata-kata dalam sajaknya,
Sekali
berarti setelah itu mati dan Aku mau hidup seribu tahun
tahun lagi.
Chairil
telah membuka kemungkinan yang sangat tak terduga. Ia membawa suasana, gaya,
ritme, tempo, nafas, kepekatan dan kelincahan yang mengagumkan kepada sastra
Indonesia. Sampai saat ini masih terasa pengaruh bahasa sajak Chairil ikut
membawa warna perkembangan bahasa dan sastra Indonesia.
Chairil
mampu melepaskan bahasa dari lingkungan kaidah baku bahasa, yang mungkin secara
tata bahasa menyalahi aturan, tetapi sebagai sarana ekspresi sangat fungsional
dan indah. Begitu kuatnya pengaruh Chairil di dalam mengolah pengucapan bahasa
sajak, menyebabkan penyair-penyair sesudahnya meneladani cara pengolahan bahasa
sajaknya.
Chairil
tidak setengah-setangah dalam menggeluti dan menjalani prisnsip hidupnya. Ia
dapat mengungkap sesuatu persoalan dengan luas karena pengalaman dan perjalanan
hidupnya yang luas pula. Ia juga seorang yang sangat gemar membaca. Apalagi kegemarannya
ditunjang oleh kemampuannya berbahasa asing seperti Jerman, Belanda dan Inggris
dengan baik. Melalui penguasaan bahasa itulah ia memperoleh informasi dari
pihak pertama.
Dunia
kesusastraan sebagai pilihan hidupnya dijalaninya dengan sangat
bersungguh-sungguh. Ia pun bekerja habis-habisan untuk mengolah pilihan
hidupnya itu dan ia berhasil, meskipun ia tidak sempat menyaksikan bahwa ia
benar-benar berhasil menggeluti pilihan hidupnya itu karena ajal lebih dahulu
menjemputnya.
Banyak orang
mengira bahwa Chairil adalah petualang kumuh. Tetapi salah seorang sahabatnya,
Asrul sani membantahnya. Chairil selalu berpakaian rapi, meskipun ia seorang
bohemian. Kerah kemejanya selalu kaku karena dikanji, bajunya seantiasa
disetrika licin. Ia bahkan boleh dikatakan dandy.
Chairil
memang telah menjadi legenda sastra Indonesia. Ia memang besar karena
kesungguhannya bekerja dan memperjuangkan pilihan hidupnya. Semangat inilah
yang dapat menjadi teladan bagi generai muda.
Untuk
mengenang Chairil Anwar, DKJ memberikan anugerah sastra kepada para sastrawan
dan penyair dengan nama Anugerah Sastra
Chairil Anwar. Hadiah itu telah diberikan kepada Mochtar Lubis tahun 1992,
Sutardji Calzoum Bachri tahun 1998. Chairil Anwar dianggap sebagai pendobrak zaman
dan pelopor angkatan ’45.
Lahir :Medan, Sumatera Barat,26
Juli 1922
Wafat :28 April 1949.
Pendidikan
:HIS,MULO (tidak tamat)
Karir :Radaktur Gelanggang (1948-1949),
Redaktur Gema Suasana (1949)
Kumpulan
Sajak :
Kerikil Tajam dan Yang Terhempas
dan Yang Putus (1949),
Deru Campur Debu (1949),
Tiga Menguak Takdir (1950),
Aku Ini Binatang
jalang (1986),
Dearai-Daerai Cemara (1999)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar